“…Coba deh, Beb kamu share cerita tentang pengalaman kita dengan prematur di blog kamu”
Malam itu, seperti sebelum – sebelumnya saya dan Adit sedang mengobrol santai. Night talk ala pasutri lainnya, lah. Bedanya, malam itu saya lagi excited banget bilang sama Adit kalau saya akhirnya pindah blog host ke WordPress karena kepingin belajar SEO dan WordPress ternyata oke banget dengan fasilitas monitor SEO per artikel. Well, sejujurnya saya belum ngerti – ngerti amat sama SEO sampai sekarang, tapi yaudah lah ya namanya juga baru belajar *self defense lol*.
Setelah itu, saya tanya ke Adit kira – kira topik apa yang oke buat saya angkat jadi tulisan supaya saya jadi (agak) lebih rajin mengisi blog. Lalu tercetuslah kalimat diatas tersebut.
Awalnya saya coba – coba sempat ragu karena sebagai orangtua dari anak prematur saya nggak banyak pengalaman yang gimana – gimana dan akhirnya saya coba diskusi sama teman dekat saya. Wah ternyata mereka malah mendukung karena menurut mereka (beneran lho, ya) cerita tentang mengurus anak sekecil apapun akan sangat membantu orangtua lainnya. Oke lah, akhirnya saya setuju untuk berbagi cerita dan pengalaman saya dengan anak prematur, jadi ini akan jadi cerita dari mulai kehamilan, meskipun sebelumnya saya sudah pernah share cerita kehamilan dan melahirkan secara garis besar. Tapi, kali ini saya tambah beserta penyebab dan kejadian – kejadian kecil di dalamnya. Monggo bagi yang belum tahu supaya bacanya nyambung baca cerita sebelumnya dulu, ya!
Baca :
KEHAMILAN
Waktu hamil saya termasuk yang hamilnya ringkih banget. Mual – mual bukan cuma sekedar morning sickness tapi setiap waktu, sehabis makan apapun pasti dimuntahin lagi, dan ini berlangsung sampai saya mau melahirkan. Waktu awal – awal hamil pun saya udah curiga hamil karena kok aneh banget kepala pusing, muntah nggak berhenti – henti, dan badan rasanya remuk semua kayak habis digebukin. Padahal saya kan pengantin baru, nggak mungkin dong udah jadi korban KDRT aja lol. Tapiiii, saya sangsi juga hamil atau nggak karena kok saya merasa nyeri tiap pipis.
Anehnya lagi, saya termasuk adiktif sama teh, mau itu flavour tea macam lychee tea atau peppermint tea (yang menurut teman – teman saya rasanya seperti balsem) maupun milk tea seperti Chatime atau Kokumi, tiba – tiba muntah tiap kali sehabis minum teh. Kedua, saya paling benci bau minyak kayu putih. Saya bisa gerutu sendiri kalau di sekitar saya tercium bau ini. Tiba – tiba, saya beli minyak kayu putih dan menghirup si minyak langsung dari botolnya. Bos saya yang melihat kejadian langka itu pun langsung bikin saya sadar.
Saya pun pergi ke dokter kandungan di sebuah rumah sakit swasta dekat kantor, ijin sama bos mau check up sebentar. Saya ketemu seorang Obgyn yang titel nya sudah profesor. Saya menyampaikan keluhan – keluhan lalu di observasi dan dinyatakan ada infeksi kantung kemih. Dikasih lah saya resep obat untuk diminum selama lima hari dan setelahnya saya tebus di apotik. Setelah dua hari minum obat dan ternyata keluhan saya nggak kunjung hilang, akhirnya obat saya hentikan (and because deep down it felt so wrong aja menurut saya).
Nah, beberapa hari kemudian Mami saya minta temenin ke Obsgyn buat papsmear dan saya langsung mengiyakan karena saya butuh second opinion. FYI, sebelum saya ke Obgyn yang pertama saya sudah sempat testpack dan hasilnya negatif.
Ketemu lah saya dengan dr. Erwinsyah Harahap dan pas di USG, ternyata kantung rahim saya lagi menebal, sekitar 20 cm lah, saya lupa persisnya. Beliau bilang lebih baik nggak usah dikasih obat apapun dulu karena menebal bisa mengarah ke dua arti; akan terbentuk janin atau akan luruh bersama darah mens. Saya diminta untuk menunggu dua minggu lagi baru nanti bisa tes darah dan USG ulang. Oke, setelah itu akhirnya saya pulang.
Seminggu rasa mual dan keanehan – keanehan tersebut bukannya mereda tapi malah makin parah! Makan apapun rasanya cuma numpang lewat di tenggorokan aja saking nggak henti – hentinya muntah sampai ulu hati saya rasanya perih.
Karena gemes banget dan terus bertanya – tanya “sebenarnya gue tuh hamil nggak, sih?”, akhirnya saya beli testpack lagi. Lalu betapa terkejutnya saya ketika menemukan dua garis biru merah pada alat tersebut. Setelahnya sama dengan cerita sebelumnya, saya sampaikan ke Adit – kita cek ke dr. Erwin lagi – mual dan muntah masih berlanjut – kontrol kandungan bulanan berlanjut, dan Alhamdulillah janin selalu dinyatakan sehat dan berkembang sesuai usianya. Sampai akhirnya kontrol di kandungan usia ke 32…
PENGAPURAN PLASENTA
Yang sebelumnya masuk ke ruang periksa dokter, saya, dan Adit masih ketawa – tawa tiba – tiba waktu saya di USG raut muka dr. Erwin langsung menegang. Saya langsung tanya ‘ada apa, dok?’, tapi beliau nggak langsung menjawab. Saat duduk akhirnya beliau jelasin ke saya kalau kondisi plasenta sudah pengapuran – yang mana biasanya kondisi ini normal jika dialami di kehamilan minggu 37 ke atas – tapi mengingat kandungan saya masih di minggu ke 32, ini berbahaya dampaknya untuk janin. Alaminya, ketika plasenta sudah pengapuran atau menua, aliran makanan dari si ibu sudah tidak maksimal. Itu kenapa dianggap berbahaya karena saat itu Ammar beratnya masih sekitar 1,5 kilogram.

dr. Erwin pun menyarankan saya untuk mendapatkan second opinion dari dokter kandungan sub spesialis fetomaternal supaya mendapat keterangan lebih mendalam mengenai kondisi saya. Beliau pun langsung mengontak asisten dr. Azen Salim dan memberikan rujukan ke saya untuk bertemu dengannya di Rumah Sakit Pondok Indah lusa nya karena dr. Azen ini merupakan Obgyn kalangan selebritis karena kalau mau konsultasi dengan beliau harus bikin janji 1,5 bulan sebelumnya.
Sepulang dari rumah sakit saya langsung terdiam. Di dalam kepala langsung terbayang yang nggak – nggak dan masih bingung juga why suddenly it happened to me. Sesampainya di rumah saya memeluk Adit dan nangis karena takut amit – amit terjadi apa – apa sama Ammar. Nangis sesenggukan sampai akhirnya saya ketiduran sendiri.
Lusanya Saya dan Adit datang ke RSPI dan awalnya menjelaskan dulu maksud kedatangan kami sambil menyerahkan surat rujukan. Kami diminta menunggu sekitar setengah jam sampai akhirnya tibalah giliran kami untuk konsultasi.
Pas masuk, dr. Azen sedang membaca surat dari dr. Erwin yang saya bawa lalu mempersilahkan saya duduk di kursi periksa pasien. Setelah memeriksa dengan alat USG, saya ditanya apakah saya punya keluarga dengan riwayat penyakit diabetes dan kebetulan sekali kakek saya baik dari Mami maupun Papi adalah penderita diabetes.
Habis itu beliau bilang ke saya kalau pengapuran plasenta ini penyebabnya bisa dari banyak faktor, salah satunya dari kebiasaan merokok, paparan polusi dan udara yang tidak sehat, juga dari penyakit keturunan.
Pasti nya ini penyebabnya bukan rokok, karena saya bukan perokok aktif maupun pasif. Adit termasuk social smoker, yang mana dia merokok kalau lagi ngumpul aja dan sanggup untuk nggak merokok sampai berbulan – bulan selama PSBB ini. Kalau paparan polusi bisa jadi karena waktu hamil saya masih ngantor di daerah Kuningan dan tau lah, ya angkot dan kendaraan lain di sekitar situ parahnya seperti apa. Masalahnya, yang hamil waktu itu di kantor saya aja ada 3 orang dan ada beberapa di gedung itu, tapi cuma saya yang kena pengapuran plasenta.
Paling memungkinkan memang karena penyakit keturunan. Selain ada keturunan diabetes, saya juga punya riwayat turunan Autoimun. Mami saya mengidap Rheumathoid Arthrytis (RA) atau bahasa indonesianya radang sendi. Mami saya mengidap RA ketahuannya baru dua tahun sebelumnya walaupun menurut dokter pencetus penyakit ini sudah ada dari Mami lahir, dan karena penyakit ini juga bisa jadi penyebab kedua adik saya lahir dengan kondisi Displasia Ektodermal.
Apalagi tuh? Ini mungkin akan saya jelaskan di artikel terpisah ya. Sementara ini, monggo Bapak Ibu Mas Mbak pembaca googling dulu.
Mengenai Displasia Ektodermal, sejujurnya ada sedikit ketakutan dalam hati saya kalau anak saya terlahir seperti itu juga mengingat saya juga termasuk carrier pada gen tersebut. Thanks to Adit, suami yang baik hati *tsaelah*, dari awal dekat dan kenal dengan keluarga saya dan waktu saya ungkapkan realita ini sebelum menikah, dia dengan legowo bilang anak itu titipan Tuhan, apapun kondisinya harus kita terima dan rawat sebaik mungkin.
Balik lagi ke penjelasan dr. Azen, beliau menyatakan bahwa kemungkinan besar saya nggak punya banyak waktu hingga minggu ke 37 dan jika bayi lahir, dia akan lahir dengan status BBLR atau berat badan lahir rendah dari sebagaimana mestinya.
Setelah dari dr. Azen, saya langsung WA dr. Erwin mengenai konsultasi hari itu dan beliau langsung meminta kami datang ke tempat beliau dua hari kemudian. Pulang dari RSPI pun saya langsung menyiapkan koper dan mengisi dengan perlengkapan yang akan dibawa untuk berjaga – jaga kalau saya harus segera melahirkan.
Baca : Daftar Perlengkapan Melahirkan yang Nggak Boleh Ketinggalan
Dua hari kemudian, dr. Erwin membaca buku kehamilan saya yang sudah ditulis dengan point penjelasan diatas. Setelahnya, beliau lalu meminta saya untuk melakukan suntik pematangan jantung selama seminggu penuh dan kontrol kandungan tiap tiga hari sekali. Suntiknya di pantat, kalau nggak kiri ya kanan. Sakitnya, sih bukan karena di suntiknya, tapi karena suntiknya berulang dan hampir berada di tempat yang sama jadi rasa nya pegel bangett!
Oh ya, Setelah saya dari dr. Azen, saya sempat posting kondisi saya di Instagram Story dan tiba – tiba seorang teman memberikan referensi postingan orang yang dulu pernah divonis anaknya akan lahir dengan kondisi BBLR. Disitu ditulis janinnya bisa naik dengan minum susu Ensure, makan alpukat, minum banyak air putih, dan minum air kelapa hijau.
Sejujurnya, selama hamil saya malas sekali minum air putih (well, sampai sekarang masih hehe). Dan ternyata kenapa harus Ensure, karena di dalamnya banyak kandungan vitamin dan nutrisi yang baik buat janin dan si ibu juga. Okelah, saya minum 3x sehari sampai rasanya jadi sugar rush saking manisnya itu susu.
Tanggal 20 Desember, saya kontrol ke dr. Erwin lagi paginya dan ternyataaaa hari itu merupakan hari terakhir saya cek kehamilan karena waktu di USG, dr. Erwin tiba – tiba bilang “Air ketuban nilainya sudah 7, nih. Besok lahiran aja ya, Bu”. Ekspresi saya saat itu bengong dulu – liat – liatan sama Adit – terus ketawa. Gatau kenapa mau ketawa aja. Setelahnya dengan sigap dokter minta ke perawatnya untuk carikan saya kamar karena saya harus menginap untuk persiapan hari besar esok.
Oh iya, jelas saya melahirkannya dengan cara caesar ya. Sudah nggak memungkinkan untuk jalan vaginal karena sebenarnya Ammar belum siap lahir, pun posisi bayi sungsang.
—
Wow, ternyata panjang juga cerita saya. Segini dulu deh, ya biar saya bikin jadi beberapa part. Bagian selanjutnya nanti saya tulis tentang satu hari sebelumnya yang mana isinya penjelasan tentang dokter anak, anestesi, dan obsgyn, suasana dalam ruangan operasi, dan kondisi mental, fisik, juga finansial saya setelah melahirkan.
Bisous,
A
[…] Baca Selengkapnya […]
LikeLike
Hi kak! Salam kenal! Baru pertama kali main ke sini hihihi.
Aku tunggu lanjutan ceritanya, sambil mau baca post lainnya karena ceritanya kok seru ya kayak baca novel *lho* mungkin karena gaya penulisan kakak yang bikin tulisannya jadi enjoy buat dibaca hahaha. Oke, melipir dulu ke post lainnya ah 😊
LikeLike
Hi Lia, thankyou sudah baca blog ku. Salam kenal yaa 🙂
LikeLike
Sama-sama kak! Ditunggu post barunya 😆
LikeLike
[…] Baca : Premature Story #1: Lahirnya Prematur, Kok Bisa? […]
LikeLike